Selasa, 15 Februari 2011
Ahmadiyah dan provokasi Imperialis
Tidak banyak umat Islam yang
paham kenapa Jamaah
Ahmadiyah dikecam dan markas
atau tempat ibadahnya diobrak-
abrik. SKB 3 Menteri yang terbit
2008 lalu sebenarnya sudah
menegaskan bahwa Jamaah
Ahmadiyah dilarang menyebarkan
ajarannnya dan melakukan
kegiatan, sementara umat Islam
yang lain juga harus menjaga diri
dan tidak bertindak anarkis
terkait dengan Jamaat
Ahmadiyah ini. Ternyata pihak
Jamaah Ahmadiyah tidak
mematuhi SKB tersebut,
terutama yang terjadi baru-baru
ini di Cikeusik Pandeglang Banten,
karena tetap melakukan
kegiatan secara ekslusif dan
tidak mau mengindahkan nasehat
masyarakat setempat, bahkan
sengaja mendatangkan
anggotanya dari luar Pandeglang
untuk melakukan kegiatan.
Sebenarnya akumulasi
kemarahan umat di Pandeglang
bukan hanya karena Jamaah
Ahmadiyah tidak mematuhi SKB,
tapi penyimpangan dan penodaan
agama yang dilakukan Jamaah
Ahmadiyah memang sudah luar
biasa. Ada baiknya diungkapkan
disini kenapa Jemaah Ahmadiyah
ini dikecam. Ahmadiyah didirikan
di Kota Qadian India oleh Mirza
Ghulam Ahmad tanggal 23 Maret
1889. Dalam perkembangannya
Ahmadiyah terpecah menjadi dua
aliran, yaitu Ahmadiyah Qadian
dan Ahmadiyah Lahore.
Ahmadiyah Qadian menyebut
alirannya Jamaah Ahmadiyah,
sedangkan Ahmadiah Lahore
menyebut dirinya Gerakan
Ahmadiyah. Ahmadiyah Qadian
berkeyakinan bahwa Mirza
Ghulam Ahmad adalah seorang
nabi, sedangkan Ahmadiyah
Lahore berpendapat Ghulam
Ahmad adalah seorang mujaddid
(pembaharu).
Ahmadiyah masuk ke Indonesia
pada tahun 1925 di daerah
Tapak Tuan Pantai Barat Aceh
melalui muballigh Maulana Rahmad
Ali dan terdaftar sebagai Jamaah
Ahmadiyah Indonesia yang
berbadan hukum berdasarkan
Penetapan Kementerian
Kehakiman RI No : JA.5/23/13
tanggal 13 Maret 1953, dimana
terdaftar sebagai suatu
organisasi tetapi bukan sebagai
aliran atau paham keagamaan,
sesuai dengan tugas dan
kewenangan Kementerian
Kehakiman. Ditinjau dari
ajaran Islam jelas Ahmadiyah
Qadian ini sudah keluar dari jalur
ajaran Islam yang sebenarnya.
Karena mereka mengakui Mirza
Ghulam Ahmad sebagai nabi, dan
memiliki kitab suci tambahan
yaitu Tazkirah. Kitab tersebut
mencampur adukkan perkataan
Ghulam Ahmad dengan ayat –
ayat Al Quran.
Perlu dipahami bahwa apa yang
dilakukan oleh Ghulam Ahmad ini
adalah suatu skenario besar
yang berhasil dilakukan oleh
imperialis Inggris sebagai penjajah
India waktu itu. Para komandan
dan pemimpin Inggris berkumpul
di London dan menggagas
berbagai rencana untuk melawan
Islam. Mereka mengkaji bahwa
tidak ada kekuatan di dunia ini
yang bisa menandingi Inggris
kecuali Islam. Maka untuk
mendukung kekuatan imparialis,
kekuatan Islam harus dipecah
belah. Caranya bukan menyerang
Islam, tetapi dengan mendirikan
aliran sesat yang mampu
merusak pondasi Islam, sehingga
Islam menjadi lemah.
Kemudian Inggris melakukan
riset, akhirnya ditemukanlah
orang yang sangat berpengaruh
sebagai antek atau kaki tangan
Inggris, yaitu Mirza Ghulam
Ahmad yang lahir di Pujab Desa
Qadian pada tahun 1839 M. Pada
awalnya Mirza Ghulam Ahmad
berdakwah sebagaimana para
muballigh yang lain, sehingga
berkumpullah orang-orang
sekelilingnya. Selanjutnya dia
mengatakan bahwa dirinya
adalah mujaddid (pembaharu).
Pada tahap berikutnya dia
mengklaim dirinya sebagai Mahdi
Almuntazhar dan Masih Al Maud.
Lalu setelah itu mengaku sebagai
nabi dan menyatakan bahwa
kenabiannya lebih tinggi dan
agung dari kenabian Muhammad
Saw. Pemikirannnya dituangkan
dalam beberapa buku , kitab dan
bulletin. Diatanra kitab
terpenting yang ditulisnya adalah
Izatul Auham, I’jaz Ahmadi,
Barohin Ahmadiah, Anwarul Islam,
I’jazul Masih, At Tabligh dan
Tajilat Ialhiah. Keanehan ajaran
nabi palsu ini antara lain
mengatakan bahwa Allah
berpuasa dan melaksanakan
shalat, tidur dan mendengkur,
menulis dan menyetempel,
melakukan kesalahan dan
berjimak. Mirza menyatakan
dirinya menerima wahyu melalui
malaikat Jibril. Seluruh orang
Islam menurutnya adalah kafir,
kecuali yang mau bergabung
dengan Ahmadiyah.
Hal lain yang sangat
kontroversial ajaran Ahmadiyah
Qadiah ini adalah menghapus
kewajiban jihad melawan
penjajah (Inggris) dan harus
tunduk kepada Inggris.
Ahmadiyah juga meniadakan
ibadah haji ke Makkah dan
menggantikannya dengan berhaji
ke Qadian. Banyak lagi ajaran
Mirza Ghulam Ahmad yang aneh-
aneh yang tidak dapat diungkap
semua pada tulisan ini.
Ketika ajaran Ahmadiyah Qadian
ini mulai meresahkan, pada tahun
1908 M seorang Ulama India
bernama Syaikh Abdul Wafa’
yang juga pemimpin Jamiah Ahlul
Hadits, melakukan perdebatan
dengan Mirza Ghulam Ahmad dan
menyingkap keburukan Mirza dan
kedok yang tersembunyi, baik
kekufuran dan penyimpangan
ajarannya. Namun Mirza tetap
ngotot mempertahankan
ajarannya, maka Syaikh Abdul
Wafa’ mengajak bermubahalah
(berdoa bersama), dengan
permohonan siapa yang berdusta
diantara mereka Allah segera
mematikan atau menjemput
ajalnya. Tidak lama setelah
bermubahalah itu beberapa hari
kemudian Mirza Ghulam Ahmad
terserang penyakit kolera dan
meninggal dunia. Pada Rabiul Awal
1394 H, bertepatan April 1974 M,
dilakukan Muktamar Besar
Rabithah Alam Islami di Makkah,
yang dihadiri tokoh Islam seluruh
dunia, hasil mukatamar itu
memutuskan bahwa “Ahmadiyah
Qadian ini adalah kufur dan
keluar dari ajaran Islam.”
Dengan kejadian di Pandeglang
beberapa hari lalu, mungkin
diantara masyarakat menilai dari
segi pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) dan Pemerintah
serta Kepolisian dianggap
lamban dan tidak tanggap.
Sementara itu ada yang
mengatakan bahwa Pemerintah
gagal melindungi warganya.
Pendapat ini tentu ada
benarnya, tetapi mari kita juga
mencermati akar
permasalahannya yang
sebenarnya, seperti yang penulis
paparkan diatas. Maka
alternatif yang harus dipilih
adalah jika Pemerintah memang
ingin menjadikan kehidupan
beragama dan berbangsa ini
hidup rukun dan harmonmis,
maka satu-satunya jalan yang
ditempuh adalah membubarkan
Jamaah Ahmadiyah, dan melarang
tegas menyiarkan ajarannya.
Atau jika Jamaah Ahmadiyah
tidak dibubarkan, sebaiknya
Jamaah Ahmadiyah menyebut
dirinya bukan Islam dan membuat
agama tersendiri.
Judul asli : Mengapa Jamaah Ahmadiyah Dikecam?
Diambil dari : Pontianakpost.com
Oleh : Rasmi Sattar ( penulis adalah dosen di STAIN Pontianak ).